Ada di antara umat Islam yang mengantuk ataupun bahkan tertidur tatkala melakukan ibadah shalat, terlepas apakah itu merupakan bagian dari tipu daya setan atau murni kondisi kesehatan seseorang.
Bisa jadi yang bersangkutan adalah imam yang diikuti oleh beberapa orang makmum di belakangnya. Bisa dibayangkan betapa riuhnya situasi ketika sang imam tertidur dalam shalatnya. Sedangkan para makmumnya tetap menunggu sekalipun dengan perasaan yang penuh kebimbangan antara meneruskan atau memutuskan jamaah atau shalatnya.
Lalu pertanyaannya sekarang, seandainya hal tersebut terjadi, apakah shalat yang bersangkutan dianggap batal atau tidak? Tertidur dalam konsep fikih Mazhab Syafi’i dianggap sebagai salah satu di antara hal yang berpotensi membatalkan wudhu, dengan catatan jika orang yang tertidur tersebut berada dalam posisi berbaring, menelungkup, ataupun duduk sambil bersandar kepada sesuatu.
Namun kalau yang bersangkutan tertidur dalam kondisi duduk yang tetap, maka hal tersebut tidak masalah. Ketentuan ini dijelaskan secara panjang lebar oleh Imam As-Syirazi dalam karyanya Al-Muhaddzab sebagai berikut.
Artinya, “Adapun tidur (dalam kaitannya dengan wudhu), maka dirinci sebagai berikut. Jika seseorang tertidur dan dia berada dalam kondisi berbaring, menelungkup, atau bersandar (kepada sesuatu), maka wudhunya batal. Namun jika orang tersebut tertidur dalam kondisi duduk dan pantatnya tetap (tidak berubah-ubah) di lantai, maka yang tertulis dalam beberapa kitab (fikih Syafi’i) bahwa wudunya tidak batal.”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka tidak ada persoalan ketika seseorang tertidur sebelum melaksanakan shalat, karena hal tersebut tinggal disesuaikan apakah tidurnya dalam kondisi berbaring, menelungkup, atau bersandar pada sesuatu atau duduk dalam kondisi yang tetap. Jika dalam kondisi yang pertama, maka wudhunya batal sehingga kalaupun dia melaksanakan shalat maka otomatis shalatnya pun juga batal karena wudu merupakan salah satu syarat sah shalat.
Tetapi kalau tidurnya dalam kondisi kedua, maka wudhunya tidak batal sehingga ia boleh saja melaksanakan shalat dengan wudhu’ yang dia lakukan sebelum tertidur.
Sementara tidur saat sedang shalat, menurut Imam Nawawi, terdapat perbedaan pendapat. Pendapat yang mendekati kebenaran dalam kasus ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa tidur dalam kondisi duduk yang tetap, tidak membatalkan wudhu, baik dalam shalat ataupun tidak, baik tidurnya lama ataupun sebentar. Sedangkan tertidur dalam kondisi selain itu seperti berbaring, menelungkup, bersandar pada sesuatu, ruku, sujud, ataupun berdiri, akan menyebabkan wudhu dan shalat seseorang menjadi batal. Wallahu a‘lam.
Bisa jadi yang bersangkutan adalah imam yang diikuti oleh beberapa orang makmum di belakangnya. Bisa dibayangkan betapa riuhnya situasi ketika sang imam tertidur dalam shalatnya. Sedangkan para makmumnya tetap menunggu sekalipun dengan perasaan yang penuh kebimbangan antara meneruskan atau memutuskan jamaah atau shalatnya.
Lalu pertanyaannya sekarang, seandainya hal tersebut terjadi, apakah shalat yang bersangkutan dianggap batal atau tidak? Tertidur dalam konsep fikih Mazhab Syafi’i dianggap sebagai salah satu di antara hal yang berpotensi membatalkan wudhu, dengan catatan jika orang yang tertidur tersebut berada dalam posisi berbaring, menelungkup, ataupun duduk sambil bersandar kepada sesuatu.
Namun kalau yang bersangkutan tertidur dalam kondisi duduk yang tetap, maka hal tersebut tidak masalah. Ketentuan ini dijelaskan secara panjang lebar oleh Imam As-Syirazi dalam karyanya Al-Muhaddzab sebagai berikut.
وأما النوم فينظر فيه فإن وجد منه وهو مضطجع أو مكب أو متكئ انتقض وضوؤه، وإن وجد منه وهو قاعد ومحل الحدث متمكن من الأرض فالمنصوص في الكتب أنه لا ينتقض وضوؤه.
Artinya, “Adapun tidur (dalam kaitannya dengan wudhu), maka dirinci sebagai berikut. Jika seseorang tertidur dan dia berada dalam kondisi berbaring, menelungkup, atau bersandar (kepada sesuatu), maka wudhunya batal. Namun jika orang tersebut tertidur dalam kondisi duduk dan pantatnya tetap (tidak berubah-ubah) di lantai, maka yang tertulis dalam beberapa kitab (fikih Syafi’i) bahwa wudunya tidak batal.”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka tidak ada persoalan ketika seseorang tertidur sebelum melaksanakan shalat, karena hal tersebut tinggal disesuaikan apakah tidurnya dalam kondisi berbaring, menelungkup, atau bersandar pada sesuatu atau duduk dalam kondisi yang tetap. Jika dalam kondisi yang pertama, maka wudhunya batal sehingga kalaupun dia melaksanakan shalat maka otomatis shalatnya pun juga batal karena wudu merupakan salah satu syarat sah shalat.
Tetapi kalau tidurnya dalam kondisi kedua, maka wudhunya tidak batal sehingga ia boleh saja melaksanakan shalat dengan wudhu’ yang dia lakukan sebelum tertidur.
Sementara tidur saat sedang shalat, menurut Imam Nawawi, terdapat perbedaan pendapat. Pendapat yang mendekati kebenaran dalam kasus ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa tidur dalam kondisi duduk yang tetap, tidak membatalkan wudhu, baik dalam shalat ataupun tidak, baik tidurnya lama ataupun sebentar. Sedangkan tertidur dalam kondisi selain itu seperti berbaring, menelungkup, bersandar pada sesuatu, ruku, sujud, ataupun berdiri, akan menyebabkan wudhu dan shalat seseorang menjadi batal. Wallahu a‘lam.
Sumber : http://www.nu.or.id
via Bin Usrah